BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
- Apa itu Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ) ?
- Bagaimana aplikasi teori tersebut dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan ?
1.3 Tujuan
- Mengetahui Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ) ?
- Mengetahui bagaimana aplikasi teori tersebut dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku
Yang Direncanakan (
Theory of Planned Behaviour )
Theory
Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 . Teori ini
disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang
sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen
menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan
dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan
bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh
dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan
pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective
norms).
Theory of Reasoned Action (TRA) atau
Behavioral Intention Theory dari Ajzen dan Fishbelin masih relative baru, dan
kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal . Model ini menggunakan
pendekatan kognitif, dan didasari ide bahwa “...humans
are reasonable animals who, in deciding what action to make, system atically
process and utilize the information available to them…” .Theory of Reasoned Action (TRA)
merupakan teori perilaku manusia secara umum : aslinya teori ini dipergunakan
di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan
permasalahan social-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk
menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/intensi (intention),
dan perilaku (behavior). Untuk
mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya
adalah mengetahui intensi orang tersebut.
Theory of Reasoned Action (TRA)
Intensi ditentukan oleh sikap dan norma
subyektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini
merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior). Disamping itu
juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi
individu (evaluation regarding the
outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif.
Norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang
dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting (referent person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran
tersebut.
Contoh : orang tua mempunyai harapan
tentang keikut sertaan dalam program ini imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka
mungkin percaya bahwa imunisasi melindungi serangan-serangan penyakit
(keuntungan), tetapi juga menyebabkan rasa sakit atau tidak enak badan dan juga
mahal (kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana yang lebih penting
antara perlindungan kesehatan atau tangisan, mungkin anak panas dan
mengeluarkan uang.
Pertanyaan yang sering muncul ialah
atas dasar apa seseorang mempunyai keyakinan dan norma sosial? Pertanyaan ini
mencakup peran variabel eksternal, seperti variabel demografis, jenis kelamin,
usia, yang tidak muncul secara langsung dalam ‘theory of reasoned action’. Menurut Fishbein & Middlestadt variabel
ini bukannya kurang penting, tetapi efeknya pada intensi (kehendak) dianggap
diperantai oleh sikap, norma subyektif, dan berat relatif dari
komponen-komponen ini.
Keuntungan teori ini adalah member
pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam item yang operasional.
Bagaimana sejumlah pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini
dipergunakan dengan tepat. Focus sasaran adalah prediksi dan pengertian
perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang.
Artinya bahwa perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasikan secara
jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai tidakan (action), sasaran (target), konteks (context),
waktu (time).
Lebih lanjut, sebuah konsep penting
dalam teori ini ialah fokus perhatian (salience).
Istilah ini mengacu intervensi yang efektif, pertama-tama harus menentukan
hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi yang
dipertimbangkan. Hal ini berbeda dari dari perilaku populasi yang satu ke
populasi yang lain. Ini mengacu pada norma nilai dan norma-norma dalam kelompok
sosial yang diselidiki, sebagai indicator penting untuk memprediksikan perilaku
yang akan diukur.
Dengan menggunakan model Fishbein,
dapat dikatakan yang penting bukankah budaya itu sendiri, tetapi cara budaya
mempengaruhi sikap, intensi dan perilaku.
Banyak penelitian di bidang sosial
yang sudah membuktikan bahwa Theory of
Reason Action ( TRA ) ini adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi
tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun, Ajzen melakukan meta analisis,
ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa Theory
Reason Action ( TRA ) hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah
kontrol penuh individu karena ada faktor yang dapat menghambat atau
memfalisistasi relisasi niat ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini,
lalu Ajzen menambahkan suatu faktor yang berkaitan dengan control individu,
yaitu perceived behavior control (
PBC ). Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah Theory of Reason Action ( TRA ) menjadi Theory of Planned Behaviour ( TPB ).
Theory of Planned Behaviour
Berdasarkan
Teori Perilaku yang Direncanakan ( Theory
of Planned Behaviour ), niat merupakan fungsi 3 determinan, yang satu
bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial dan ketiga berhubungan
dengan isu control. Berikut akan dibahas lebih rinci mengenai variabel –
variabel utama dari Theory of Planned Behaviour, yaitu sikap, norma subjektif, control
perilaku yang dirasakan, niat dan perilaku.
A.
SIKAP
Menurut Alport sikap adalah suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespon terhadap suatu objek dalam bentuk
rasa suka atau tidak suka. Sikap merupakan kecenderungan untuk mengevaluassi
dengan beberapa derajat suka ( favor
) atau tidak suka ( unfavor ), yang
ditunjukan dalam respon kognitif, afektif, dan tingkalh laku terhadap suatu
objek, situasi, institusi, konsep atau orang / sekelompok orang.
·
Komponen sikap
Struktur
sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif,
komponen afektif, dan komponen konatif.
1.
Kognitif
Komponen
kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik
sikap. Mam menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan,
dan stereotype yang dimliki individu mengenai sesuatu. Contohnya adalah sikap
profesi medis. Percaya bahwa profesi medis seperti dokter dan perawat
berhubungan dengan kepercayaan yang tidak professional, tidak berkualifikasi
baik, hanya berorientasi pada uang adalah beberapa contoh kepercayaan negative
yang dipikirkan seseorang yang kemudian akan mengarahkan orang tersebut pada
akhirnya memiliki sikap yang negative terhadap profesi medis, demikian juga
sebaliknya jika ia memiliki kepercayaan yang positif.
2.
Afektif
Komponen
afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah
emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh –
pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Apabila diaplikasikan pada
contoh sikap terhadap profesi medis diatas, seseorang yang memiliki perasaan
jijik terhadap profesi medis dan apa yang dikerjakannya akan melahirkan sikap
yang negatif pada orang tersebut, demikian sebaliknya jika ia memiliki perasaan
positif, maka ia juga akan memiliki sikap positif pada profesi medis.
3.
Konatif ( Tingkah Laku )
Komponen
perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana
perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan objek sikap yang dihadapinya. Jika diaplikasikan pada contoh sikap
diatas, seseorang yang memiliki sikap positif pada profesi medis jika orang
tersebut menyatakan kesediannya untuk memberikan sumbangan pada pembangunan
rumah sakit baru, bersedia mengunjungi dokter, dan lainnya.
Individu
akan merasa nyaman kalau ketiga komponen tersebut bersesuaian atau harmoni.
Jika tidak ada kesesuaian berarti terjadi disonansi, yang menyebabkan konsumnen
merasa tidak nyaman dan tidak enak.
·
Pengukuran Sikap
Berdasarkan
Theory of Planned Behaviour, sikap
terhadap perilaku ditemutukan oleh adanya belief tentang konsekuensi perilaku,
yang disebut behavioural belief. Setiap behavioural belief ini menghubungkan perilaku dengan hasil atau konsekuensi
tertentu dari perilaku.
Menurut
Michener, Delamater dan Myers, sikap dipengaruhi oleh :
a.
Belief seseorang tentang kemungkinan
konsekuensi dari tingkah laku
b.
Evaluasi seseorang ( positif atau
negatif ) terhadap masing – masing konsekuensi hasil dari tingkah laku.
Ajzen
berpendapat bahwa :“ Seseorang yang percaya bahwa menampilkan perilaku tertentu
akan mengarahkan pada hasil yang positif, akan mempunyai sikap favorable terhadap ditampilkannya
perilaku, sedangkan orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu
akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan mempunyai sikap unfavorable”. Hal tersebut juga dapat
dirumuskan sebagai berikut :
AB
∞∑ bi ei
Keterangan
:
AB
= Sikap terhadap perilaku B
bi = belief
bahwa menampilkan perilaku B akan menghasilkan i
ei
= evaluasi terhadap i
Pengukuran
sikap dapat dilakukan dengan menggunakan metode skala Likert. Skala Likert ini
dirancang untuk mengukur sikap, walaupun kadang – kadang penerapannya juga
dilakukan terhadap hal – hal lain selain sikap. Alat ukur ini terdiri dari 2
skala yaitu :
1.
Skala untuk mengukur salient belief yang dimiliki subjek tentang
konsekuensi melakukan perilaku tertentu.
2.
Skala untuk mengukur evaluasi subjek
terhadap konsekuensi melakukan perilaku tertentu.
B. NORMA SUBJEKTIF
·
Pengertian Norma Subjektif
Menurut
Ajzen, norma subjektif merupakan persepsi seseorang terhadap adanya tekanan
sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku. Selain itu, Ajzen
juga mendefinisikan norma subjektif sebagai belief
seseorang individu atau kelompok tertentu menyetujui dirinya untuk menampilkan
tingkah laku tertentu.
·
Peran Norma Subjektif
Untuk
melakukan seseuatu yang penting, biasanya seseorang mempertimbangkan apa
harapan orang lain ( orang – orang terdekat, masyarakat ) terhadap dirinya.
Namun, harapan orang – orang lain tersebut tidak sama pengaruhnya. Ada yang
berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan.
Harapan
dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat, lebih memotivasi orang yang
bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, akan lebih menyokong kemungkinan
seseorang bertingkah laku sesuai dengan harapan.
·
Pengukuran Norma Subjektif
Menurut
Ajzen norma subjektif dapat dirumuskan
SN
∞ ∑ ni
mi
Keterangan
:
SN
= Subjective Norm
ni
= Belief normative ( belief seseorang bahwa seseorang atau
kelompok yang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan atau
tidak menampilkan perilaku.
Mi =
Motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang menjadi
referensi.
C.
KONTROL
PERILAKU YANG DIRASAKAN
·
Pengertian Kontrol Perilaku yang
Dirasakan
Kontrol
perilaku yang dirasakan merupakan persepsi seseorang tentang kemudahan atau
kesulitan untuk menampilkan tingkah laku. Persepsi ini merupakan refleksi dari
pengalaman masa lampau individu dan juga halangan atau rintangan untuk
menampilkan tingkah laku.
Sebagaimana
sikap dan norma subjektif, control perilaku yang dirasakan juga merupakan
sebuah fungsi belief, yang biasa
disebut control belief yang mengacu
pada persepsi pada persepsi seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai
kapasitas untuk menunjukkan perilaku. Control
belief merupakan belief tentang ada atau tidaknya faktor – faktor yang
mempermudah atau menghambat dalam menampilkan tingkah laku tersebut tidak hanya
didasarkan pada pengalaman masa lalu individu dengan perilaku, tetapi juga
dipengaruhi oleh informasi tidak langsung dari pihak kedua mengenai perilaku,
hasil observasi terhadap pengalaman bertingkah laku teman, serta faktor lain
yang dapat meningkatkan atau mengurangi persepsi individu terhadap kesulitan
untuk menampilkan tingkah laku.
Ajzen
berpendapat bahwa “ semakin besar sumber atau kesempatan yang seseorang pikir
untuk menampilkan tingkah laku serta semakin sedikit halangan dan rintangan
yang dapat diantisipasi, maka semakin besar pula persepsi mereka terhadap
control untuk menampilkan perilaku”.
·
Peran Kontrol Perilaku yang Dirasakan
Kontrol
perilaku yang dirasakan adalah faktor yang sangat berperan dalam memprediksi
tingkah laku yang tidak berada di bawah control penuh individu tersebut. Kontrol
perilaku yang disarankan berperan dalam meningkatkan terwujudnya niat ke dalam
tingkah laku pada saat yang tepat. Individu bisa saja memiliki sikap yang
positif dan persepsi bahwa orang lain akan sangat mendukung tindakannya
tersebut, namun ia mungkin saja tidak dapat melakukannya karena ia terhambat
oleh faktor seperti perasaan tidak mampu untuk melakukannya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa walaupun individu memiliki sikap, dan norma subjektif yang
mendukungnya untuk melaksanakan suatu tingkah laku, namun eksekusi tingkah laku
itu sendiri masih bergantung pada faktor kontrol perilaku yang dirasakan yang
ia miliki.
·
Pengukuran kontrol Perilaku yang
Dirasakan
Menurut
Ajzen, kontrol perilaku yang dirasakan ini dapat diukur secara langsung dengan
memberikan pertanyaan pada individu apakah ia mampu menampilkan suatu tingkah
laku yang diinginkannya atau apakah individu tersebut percaya bahwa ia dapat
melakukannya dengan sepenuhnya di bawah kontrol mereka.
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa control
belief mengacu pada persepsi
seseorang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kapasitas untuk menunjukkan
perilaku. Berdasarkan hal itu, control perilaku yang dirasakan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
PBC ∞∑ Ci Pi
Keterangan :
PBC = Kontrol perilaku yang
dirasakan
Ci = control belief
Pi = kekuatan faktor I untuk
mempermudah atau menghambat dalam menampilkan perilaku.
Kontrol
perilaku yang dirasakan diukur dengan menggunakan 2 skala yaitu :
1. Skala
yang mengukur control belief subjek
yaitu mengenai ada tidaknya faktor yang menghambat atau mendorong untuk
menampilkan perilaku.
2. Skala
yang mengukur perceived power yaitu
mengenai persepsi individu terhadap kekuatan faktor – faktor yang ada dalam
mendorong atau menghambat ditampilkannya perilaku.
D.
NIAT
·
Pengertian Niat
Niat
berperilaku menurut Fishbein, Ajzen dan banyak peneliti merupakan suatu
predictor yang kuat tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi
tertentu.
Dapat
disimpulkan bahwa niat merupakan predictor
yang kuat dari perilaku yang menunjukkan seberapa keras seseorang mempunyai
keinginana untuk mencoba, seberapa besar usaha mereka untuk merencanakan,
sehingga menampilkan suatu tingkah laku.
·
Pengukuran Niat
Berdasarkan Theory of Planned Behaviour tersebut, niat berperilaku ini
dilakukan oleh sikap, nornma subjektif, dan control perilaku yang dirasakan
yang dimilki individu terhadap suatu perilaku. Dari sini niat berperilaku
tersebut dapat dirumuskan :
B
~ I = (AB) W1 + (SN) W2 + (PBC) W3
Keterangan
:
B
= Behaviour
I
= Intention
AB
= Sikap ( Attitude ) terhadap perilaku
SN
= Subjective Norm
PBC
= Kontrol perilaku yang dirasakan
W1,
W2, W3 = Weight
/ bobot / skor
Fishbein dan Ajzen mengatakan bahwa
seberapa kuat niat seseorang menampilkan suatu perilaku ditunjukkan dengan
penilaian subjektif seseorang ( subjective
probability ), apakah ia akan melakukan atau tidak melakukan perilaku
tersebut.
Beberapa ahli juga berpendapat bahwa
cara yang paling sederhana untuk memprediksi apakah seseorang akan melakukan
sesuatu adalah dengan menanyakan apakah mereka berniat atau mempunyai niat
untuk melakukannya. Oleh karena itu, niat diukur denagn meminta seseorrang
untuk menempatkan dirinya dalam sebuah dimensi yang bersifat subjektif yang
meliputi hubungan antara individu dengan perilaku.
Berdasarkan hal itu, maka niat dapat
diukur dengan cara memberikan beberapa item pertanyaan yang menanyakan apakah
subjek berniat atau tidak berniat untuk melakukan suatu perilaku.
E.
PERILAKU
·
Pengertian Perilaku :
Secara etimologis kata perilaku
berarti tanggapan atau reaksi seseorang ( individu ) terhadap rangsangan /
lingkungan. Selain itu, perilaku juga merupakan aktivitas yang dilakukan
individu dalam usaha memenuhi kebutuhan. Dari aspek biologis, perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup yang bersangkutan.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010),
seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai
teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon).
Perilaku kesehatan merupakan
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti
lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain,
perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
dapat diamati atau tidak, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.
Teori Perilaku yang Direncanakan
atau Theory Planned Behaviour merupakan
salah satu teori yang menjelaskan tentang
perilaku manusia. Theory Planned
Behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (TRA).
Konstruk yang belum ada adalah kontrol perilaku yang dipersepsi. Konstruk
ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam
rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, dilakukannya atau tidak
dilakukannya perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif
semata tapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya
yang bersumber pada keyakinannya terhadap control tersebut (control beliefs).
Sebagai aturan umum, semakin baik
sikap dan norma subjektif dan semakin besar control yang dirasakan, semakin
besar niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.
Model teoritik dari Teori Perilaku
yang Direncanakan (Theory Planned
Behaviour) mengandung berbagai variabel yaitu :
1.
Sikap terhadap perilaku (Attitude Toward
Behaviour), yaitu penilaian positif atau negatif dari perilaku tertentu.hal
ini ditentukan oleh hubungan kepercayaan
terhadap perilaku dengan hasil dari berbagai perilaku dan sifat lainnya. Ajzen
(1991) berpendapat bahwa seseorang yang percaya menampilkan perilaku tertentu
akan mengarahkan pada hasil yang positif, maka akan mempunyai sikap favorable terhadap ditampilkannya
perilaku, sedangkan seseorang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku
tertentu akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan mempunyai sikap
unfavorable.
2.
Norma subjektif (subjective norm)
adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang
terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative
belief). Jika individu merasa bahwa itu adalah hak pribadinya untuk
menentukan apa yang dia lakukan, bukan ditentukan orang lain di sekitarnya,
maka dia akan mengabaikan pandangan orang ttentang perilaku yang akan
dilakukannya. Fishbein dan Atjen menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah
individu mamatuhi pandangan orang lain yang brpengaruh terhadap hidupnya atau
tidak. Atzen (1991) berpendapat bahwa harapan dari orang lain yang berpengaruh
lebih kuat, lebih memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan
tersebut, akan lebih menyokong kemungkinan seseorang bertingkah laku sesuai
dengan harapan tersebut. Namun jika harapan dari orang lain itu lemah, kurang
memotivasi orang yang bersangkutan untuk memenuhi harapan tersebut, maka orang
yang bersangkutan akan mengabaikan harapan orang lain itu.
3. Persepsi kemampuan mengontrol (kontrol
perilaku yang dirasakan/ Perceived Behaviour
Control), yaitu keyakinan (beliefs) apakah individu pernah melaksanakan atau
tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan
waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas
kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak punya kemampuan untuk
melakukan perilaku itu. Semakin besar kesempatan atau sumber yang seseorang
pikir untuk menampilkan tingkah laku serta semakin sedikit halangan dan
rintangan yang dapat diantisipasi, maka makin besar pula persepsi mereka
terhadap control untuk menampilkan perilaku.
4.
Niat untuk melakukan perilaku (intention), yaitu kecenderungan seseorang untuk
memilih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Niat ini
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tertentu dan sejauh mana bila dia memilih untuk melakukan perilaku itu dia
mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Seseorang yang mempunyai niat berperilaku tinggi, maka seseorang yang
bersangkutan akan melakukan perilaku tersebut. Namun jika seseorang yang
bersangkutan memiliki niat yang rendah, maka perilaku tersebut tidak akan
dilakukan atau terwujud.
5.
Perilaku (behavior), yaitu fungsi
dari niat yang kompatibel dan tanggapan dari perilaku dalam control perilaku
yang dipersepsi.
2.2
Aplikasi
Theory Planned Behaviour
1. PHBS
di lingkungan Sekolah Dasar (SD)
a. Sikap
Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya sikap para
siswa mengenai PHBS di lingkungan sekolah, salah satunya adalah pengarahan yang
diberikan oleh guru atau penyuluhan oleh petugas kesehatan. Dari kegiatan
semacam itu akan memberikan pengetahuan terhadap para siswa mengenai apa dan
bagaimana PHBS itu (kognitif). Dengan pengetahuan pengetahuan tersebut akan
memunculkan sikap dalam siri para siswa. Sikap yang muncul pada tiap-tiap siswa
pasti berbeda. Sikap tersebut bisa berupa :
-
Kepercayaan atau keyakinan, ide dan
konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran
siswa terhadap PHBS.
-
Kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor
emosi) orang tersebut terhadap objek. Dalam hal ini berarti bagaimana para
siswa menilai terhadap PHBS, apakah merupakan suatu hal yang baik dan
bermanfaat, biasa saja atau malah sesuatu yang tidak berguna.
-
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Dalam hal
ini siswa akan berpikir/berancang-ancang untuk menerapkan PHBS.
b. Norma
Subjektif
Norma subjektif dalam
hal ini berkaitan dengan perilaku warga sekolah yang lain serta penerapah PHBS
di lingkungan keluarga para siswa. Norma subjektif merupakan adanya pengaruh
orang lain atau kelompok terhadap munculnya niat untuk berperilaku tertentu.
Siswa akan melihat bagimana penerapan PHBS oleh warga sekolah tersebut, apakah
PHBS benar-benar diterapkan dengan baik oleh semua pihak atau tidak. Selain
itu, kebiasaan di lingkungan keluarga juga memberikan pengaruh terhadap siswa
untuk mau menerapkan PHBS di sekolah. Saat semua warag sekolah atau sebagian
besar warga sekolah melaksanakan PHBS di sekolah, maka kemungkinan besar
seorang siswa juga akan menerapkannya karena jika tidak, ia akan merasa berbeda
dengan lingkungannya. Atau karena adanya peraturan di rumahnya yang membentuk
kebiasaan PHBS terhadap seorang siswa, maka siswa tersebut akan memiliki kebiasaan
PHBS dimanapun dia berada. Dalam hal ini norma keluarga mempengaruhi
kecenderungan berperilaku dari siswa tersebut.
c. Kontrol
Perilaku yang Disadari
Kontrol perilaku di
sini adalah mengenai penilaian diri atas kemungkinan dilaksanakannya suatu
perilaku tetentu. Dalam hal ini seorang siswa mampu atau tidak dirinya
menerapkan PHBS di sekolah serta mengenai ada tidaknya hambatan yang mungkin
menghalangi siswa tersebut untuk menerapkan PHBS di sekolah. Dalam contoh kasus
ini faktor control perilaku yang disadari menurut kami memberikan pengaruh yang
kecil karena dalam penerapan PHBS, semua siswa pasti mampu melaksanakannya
selama ada sikap yang positif, apalagi didukung dengan norma subjektif yang
positif pula. Mengenai hambatannya, pihak sekolah sebalum membuat komitmen
untuk menerapkan PHBS terhadap semua warga sekolah, tentunya semua persiapan
telah dilakukan, seperti sarana dan prasarana, misal tempat sampah yang
memadai, tempat cuci tangan yang layak dan memadai, dan lain-lain.
d. Niat
Niat untuk melakukan sesuatu akan muncul
setelah munculnya sikap yang positif, adanya dukungan normatif yang positif dan
adanya kemampuan diri untuk melakukannya. Setelah seorang siswa merasa bahwa
PHBS di sekolah memang baik dan penting untuk diterapkan karena nanti juga akan
berdampak baik bagi dirinya dan lingkungannya, dia juga termotivasi dari
orang-orang sekitarnya, serta merasa mampu untuk melaksanakannya, maka akan
muncul niat dalam diri siswa tersebut untuk menerapkan PHBS di sekolah.
e. Perilaku
Niat yang muncul dalam
diri siswa tersebut akan teraplikasi dalam sebuah perilaku, yaitu perilaku
hidup bersih di sekolah.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Teori Reasoned Action (Theory Of Reasoned Action) / Teori
Perilaku Yang Direncanakan (Theory of
Planned Behaviour) merupakan suatu teori yang menjelaskan tentang perilaku
manusia. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.
2.
Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) merupakan bentuk
pengembangan dari Teori Reasoned Action (Theory
Of Reasoned Action).
3.
Teori yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour) / Teori
Reasoned Action (Theory Of Reasoned
Action) menjelaskan bahwa perilaku manusia teerbentuk karena adanya niat dan
niat itu sendiri juga memiliki determinan.
4.
Faktor pembeda antara kedua teori
tersebut adalah pada determinan niat. Dalam Theory
Of Reasoned Action determinan niat terdiri atas dua hal, yaitu sikap dan
norma subjektif sedangkan dalam Theory of
Planned Behaviour, Ajzen menambahkan satu determinan lagi, yaitu control
perilaku yang disadari.
5.
Salah satu contoh aplikasi teori ini
adalah pada penerapan PHBS oleh siswa Sekolah Dasar. Langkah pertama adalah
memunculkan sikap para siswa mengenai PHBS kemudian membentuk lingkungan
normatif yang bisa memberikan efek positif terhadap para siswa mengenai PHBS.
Setelah dua hal tersebut, para siswa akan melakukan control sikap terhadap
dirinya mengenai mampu atau tidak menerapkan PHBS di sekolah yang jika mereka
merasa mampu dan tidak ada hal yang menjadi penghambat, maka akan muncul dalam
diri mereka kemauan untuk menerapkan PHBS yang akhirnya akan terealisasi dalam
perilaku mereka, yaitu perilaku hidup sehat di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar