Universitas Jember

Universitas Jember
Universitas Jember

Cari Blog Ini

Rabu, 29 Mei 2013

Kemiskinan


DI ANTARA KITA…….

Sering kali kita mendengar istilah “hidup itu sepeti roda yang berputar”, karena memang begitulah dinamika kehidupan. Mulai dari kehidupan yang terbawah hingga posisi yang teratas, semua tersedia dan semua posisi tersebut bisa saja kita tempati.
Hidup berkecukupan tak seharusnya membuat kita menutup mata karena di antara kita ada mereka…
Ibu Supini, 41 tahun. Beliau bertempat tinggal di Jalan Panglima Sudirman 18 RT 5 RW 2 kelurahan kebonagung kecamatan purworejo pasuruan. Bisa memenuhi apa yang diinginkan adalah harapan setiap orang. Tapi bagi ibu Supini, harapan tinggallah harapan. Tak perlu bermimpi untuk bisa memenuhi kebutuhan sekunder, apalagi tersier, untuk memenuhi kebutuhan primernya saja beliau tak bisa mencapainya 100%. Kerja serabutan dan menunggu uluran tangan dari tetangganya adalah sumber rejeki bagi ibu Supini. Tak sebatas itu, ibu Supini tak sendiri.
Maisaroh, 15 tahun, adalah putri dari ibu Supini.  Lima belas tahun sudah maisaroh hidup tapi selama itu juga lah sang ayah meninggalkannya. Tak tahu bagaimana dan seperti apa sang ayah, karena ketika Maisaroh masih dalam kandungan, beliau telah pergi untuk selama-lamanya. Dan sejak saat itu pula beban keluarga bertumpu pada ibu Supini seorang. Hidup terus berjalan dan beban yang ibu Supini pikul belum juga usai. Maisaroh  yang masih duduk di bangku SMP divonis terkena penyakit TBC sejak hampir satu tahun yang lalu. Mirisnya, sampai sekarang pun belum ada bantuan kesehatan dari pemerintah setempat untuk Maisaroh.   Hidup tanpa hadirnya tulang punggung dan dengan tanggungan seorang anak yang menderita TBC memang bukanlah hal yang mudah. Bukan tak hendak berusaha, tapi kondisi putrinya yang semakin hari semakin melemah memaksa Ibu Supini untuk lebih intensif merawatnya sehingga Ia tak lagi leluasa untuk bekerja mencari uang.
Miris memang menyaksikan kisah keluarga Ibu Supini. Jika kita mengacu pada 9 kriteria yang menandai kemiskinan (SMERU), jelaslah bahwa kelurga Supini tergolong dalam keluarga miskin yang sangat perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah maupun kita sebagai sesama manusia.
Berikut 9 kriteria yang menandai kemiskinan :
     1.  Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, papan)
  1. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
  2. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, korban KDRT, janda miskin, kelompok marjinal, dan terpencil)
  3. Rendahnya kualitas SDM (buta huruf, rendahnya pendidikan dan ketrampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan SDA (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur, listrik dan air).
  4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal (rendahnya modal sosial dan ketiadaan fasilitas umum)
  5. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan
  6. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi)
  7. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat)
  8. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat
Mendapatkan penghidupan yang layak merupakan hak tiap orang. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan terus digalakkan karena bisa dikatakan bahwa orang miskin sangat sulit untuk menjalani kehidupan yang layak.
Orang-orang seperti keluarga Ibu Supini seakan terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Saat kemiskinan menjerat, maka kesehatan,pengetahuan dan kesejahteraan akan sulit didapat sehingga akan terus berkutik dalam kemiskinan. Dan kitalah yang harus bisa bereperan membantu orang-orang seperti ini untuk keluar dari lingkaran setan tersebut. Mereka hadir dalam hidup kita, mereka ada di antara kita, dan mereka bagian dari kita…
Pemerintah seharusnya membuka mata terhadap kasus kemiskinan. Program yang ada jangan hanya menjadi sarana para tikus rakyat untuk terus menggerogoti hak rakyat, utamanya mereka rakyat miskin. Pengontrolan dan pengawasan program harus diperketat lagi agar program bisa berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Jika kita amati sebenarnya sudah banyak program pemerintah yang pro rakyat miskin, seperti jamkesmas, raskin, dll. Hanya saja masih banyak juga rakyat miskin yang tidak bisa menikmati program tersebut. Bukti nyatanya adalah pada kasus Maisaroh di atas. Sampai artikel ini pun ditulis belum ada bantuan kesehatan yang ia dapat atas penyakit yang dideritanya.
Yang perlu diperhatikan juga pemerintah jangan sekedar mengandalkan program bantuan untuk rakyat miskin tapi juga harus memerhatikan bagaimana untuk meningkatkan kualitas skill masyarakat agar bisa lebih produktif dan mandiri. Misalnya saja program pemberdayaan masyarakat. Dengan begitu rakyat tak selamanya merasa bergantung pada pemerintah.
Sedangkan kita sebagai masyarakat juga jangan sekali-kali bersikap diskriminatif terhadap kemiskinan. Kemiskinan bukanlah harapan dan cita-cita, menjadi miskin bukanlah keinginan mereka. Jadi seharusnya kita memberikan dukungan agar mereka bisa lebih semangat untuk hidup produktif, terutama untuk para generasi penerus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar